Belajar sains ala pesantren

 

Belajar adalah suatu proses yang hendaknya dilakukan sepanjang hidup. Sangat disayangkan jika banyak proses belajar sains di sekolah malah membuat siswa trauma untuk belajar. Bisa karena susahnya materi, tekanan belajar yang tinggi, penyampaian materi yg kurang tepat dan lain lain. Akhirnya setelah selesai sekolah mereka malah ogah untuk belajar lagi materi sains. Sangat disayangkan juga jika sistem pembelajaran yg buruk malah menjauhkan seseorang dari ilmu sains setelah lulus sekolah.
Saya ambil contoh, ada siswa sma belajar kimia dan memiliki nilai raport bagus untuk pelajaran kimia. Kemudian ketika lulus sekolah dia ingin tetap belajar kimia tapi tidak lewat bangku kuliah. Maka akan ada banyak masalah, pertama mayoritas pengetahuan siswa sma sangat minim terhadap eksperimen, pengetahuan bahan berbahaya, msds, bagajmana pemanganan jika terpapar bahan kimia dll. Kedua kemampuan yg minim untuk mencari sumber referensi ilmiah yang benar (seperti saya katakan sebelumnya banyak sekali referensi ilmiah bahasa indonesia yg buruk), belum lagi dalam kemampuan membaca jurnal ilmiah bahasa ing dimana bahasa yg digunakan lebih rumit. Ketiga kemampuan untuk melogikakan konsep kimia yg masih lemah (terutama jika masih berfikir bahwa reaksi kimia itu ya hafalan saja) sehingga menyebabkan tidak bisanya mengkaitkan ilmu kimia dngn banyak fenomena sehari hari dan tidak bisanya melogikakan mana berita/informasi ilmiah yang salah atau kurang tepat.
Menurut saya jika pendidikan sains di indonesia menerapkan sistem pembelajaran pesantren maka fenomena seperti di atas dapat diminimalkan.
Dalam pendidikan pesantren, ketika mondok ya santri belajar bahasa arab, nahwu dan sorof, ushul fiqil disertai dasar dasar ilmu agama yang benar. Sehingga setelah selesai mondok sudah punya dasar agama yang cukup. Dikemudian hari dia tetap bisa belajar, bisa mencari, membaca dan memahami referensi kitab bahasa arab dengan baik. Dapat membedakan mana fatwa yang sesuai ajaran islam dan mana fatwa yg seakan akan sesuai ajaran islam. Akhirnya konsep pembelajaran seumur hidup dapat diterapkan oleh orang tersebut.
Menurut saya analog kurikulum kimia di indonesia itu seperti pesantren yang hanya mengajarkan kitab akhlak lil banin, khulasoh, sulamun najah, bulughul marom tentunya semua ini diajarkan dalam bahasa indonesia. Disini santri tidak belajar bahasa arab, nahwu, sorof, ushul fiqih, ulumul hadits atau ilmu kaidah dasar lainnya termasuk juga santri tidak belajar bagaimana cara sholat, puasa, atau praktek ibadah lainnya. Akhirnya setelah lulus ya dia bingung bagaimana mengamalkan ajaran agama tersebut termasuk bagaimana caranya membaca kitab gundul atau segala hal yang berkaitan dengan pengembangan ilmu agama.
Idealnya dalam bidang pelajaran kimia siswa diajarkan tentang ilmu bahan berbahaya, msds, panduan keselamatan dlm praktikum kimia, diajarkan bagaimana materi pelajaran dapat dipakai untuk analisisi fenomena alam sehari hari, bagaimana cara mencari referensi ilmiah, bahasa ing kimia,  bagaimana baca jurnal yg baik, pokoknya semua hal yang dibutuhkan supaya seseorang bisa tertarik dan mau mengeksplorasi ilmu kimia dari berbagai sumber.
Sehingga walaupun sudah lulus seseorang masih tertarik untuk belajar, masih bisa belajar dan mengembangkan ilmunya walaupun sudah tidak ada guru formalnya. Dan akhirnya ilmu tersebut dapat diaplikasikan dalam banyak hal disepanjang hidupnya. Jangan sampai ilmu kimia hanya menjadi masa lalu yg kelam yang tidak ingat di ingat2 kembali.

Komentar

Postingan Populer